Akibat Lemahnya Kekuatan Sektor Industri, Ekonomi Indonesia Ikut Terkena “Demam Corona”
*Muhamad Resya Mutaqien
Novel Coronavirus (2019-nCoV) atau lebih dikenal dengan nama
virus Corona adalah jenis baru dari coronavirus yang menular
antar manusia. Virus ini pertama kali ditemukan di kota Wuhan, Cina, pada akhir
Desember 2019. Virus yang bisa menginfeksi saluran pernafasan tapi biasanya
hanya menyebabkan flu saja, menular dengan cepat dan telah merambah ke beberapa
wilayah lain di Cina bahkan ke beberapa Negara sekitarnya.
Sebelum lebih jauh membahas mengapa Indonesia bisa sampai terdampak
secara signifikan akibat wabah ini. Mari kita bahas permasalahan sektor
industri di tanah air kita ini yang dinilai kurang kokoh dan goyah saat
hadirnya virus Corona.
Faktor Penyebab Masalah Industri Di
Indonesia
Sudah
jelas bahwa sektor industrial sulit dipisahkan dengan sektor ekonomi akibatnya
kedua hal ini saling berkaitan dan mempengaruhi satu sama lainnya. Sektor
Industri memiliki peranan penting dari dinamika perekonomian Indonesia karena
Setidaknya sektor industri menjadi penyumbang terbesar untuk pertumbuhan
ekonomi Indonesia di kuartal pertama 2019 kemarin sebesar 20,07% . Indonesia
seharusnya bisa bercermin dari Negara tetangganya, yang melesat jauh lebih unggul
di bidang perindustrian.
Untuk memudahkan pemahaman saya akan memetakan secara garis
besar & sederhana masalah yang ada dalam dunia industri di Indonesia.
1.
Investasi
Mari kita mulai dengan berimajinasi. Jika kamu
berkesempatan menjadi seorang investor asing dan diberi pilihan untuk
menanamkan modalnya antara Indonesia, Thailand atau Vietnam manakah yang akan
anda pilih?. Ya, menurut saya, mungkin sebagian besar akan memilih Thailand atau Vietnam
sebagai pilihan yang ideal untuk menanamkan modal.
Ada beberapa alasan yang bisa dijelaskan mengapa
Indonesia kurang menarik perhatian para investor untuk menanamkan modalnya.
Berikut beberapa alasannya.
1. Undang-undang
ketenagakerjaan bersifat kaku, tentang aturan memperkerjakan atau memecat yang dianggap
memberatkan bisnis. Ketentuan uang pesangon Indonesia
dinilai paling dermawan di dunia, yakni sekitar 95 minggu bagi pekerja
dengan masa kerja 10 tahun. Indonesia berada di urutan ketiga di setelah Sri
Lanka dan Sierra Leone, berdasarkan data Bank Dunia.
2. Lambannya surat
perizinan yang dikeluarkan Kementrian Perindustrian. Misalnya soal izin impor
barang baku untuk pembuatan, yang seharusnya dikeluarkan dalam batas
waktu maksimal lima hari, tapi pada kenyataanya membutuhkan waktu hingga enam
bulan atau lebih.
3. Seperti yang diilustrasikan oleh
Daftar Negatif Investasi (DNI) Pemerintah membatasi kepemilikan asing mulai
dari pembuatan bir, telekomunikasi, hingga pendidikan.
4. Tarif
pajak perusahaan di Indonesia sebesar 25% lebih tinggi dibanding beberapa
Negara ASEAN lainnya seperti Vietnam dan Thailand. meskipun pemerintah merencanakan
pengurangan bertahap hingga 20 persen mulai tahun 2021.
5. Masalah
Insfrastruktur. Di Indonesia sendiri persebaran wilayah industri terlalu
terpusat didalam wilayah lingkar perkotaan & pemerintahan. akibatnya
pembangunan yang kurang merata, membuat pembangunan terus terkonsentrasi di
wilayah metropolitan, sehingga tingkat aksesibilitas di wilayah lain sangat
minim, lagi pula lahan disekitar perkotaan sudah mulai habis. Bukan hanya itu
saja ketersediaan listrik, sarana angkut, air bersih dan kurangnya lahan
pembuangan limbah, menyebabkan sulitnya
untuk mendirikan perusahaan di wilayah baru.
6. Masalah
lahan dan bangunan. di pemerintah pusat dan
pemerintah daerah. Penanam modal yang tertarik untuk berinvestasi terkendala
masalah sertifikasi, izin bangunan serta zonasi lahan.
7. Kepastian
Hukum, banyaknya hukum yang tumpang tindih antara pemerintah pusat dengan
pemerintah daerah. Banyak keluhan dari para investor perihal banyaknya aturan
yang harus dipenuhi misalnya saja untuk calon investor yang hendak menanamkan
modalnya di Indonesia perlu merujuk pada sembilan undang-undang (UU), empat
peraturan presiden (Perpres), 20 peraturan pemerintah (Permen). Tak heran bila
investor harus membayar mahal serta memakan waktu lama hanya dalam pengurusan
perizinan saja.
Lalu apa yang dilakukan
pemerintah untuk saat ini?. Ya sesuai dengan poin ke lima, pemerintah sudah
menggencarkan untuk pembangunan insfrastruktur seperti jalan tol, jembatan,
jalur kereta dan lainnya. Hingga dicanangkannya Omnibus Law yang diharapkan
bisa merampingkan peraturan undang-undang yang berlaku, agar nantinya
memuluskan jalan bagi investor untuk menanamkan modal.
2. Masalah Daya Saing
Daya saing industri adalah
kemampuan perusahaan atau industri dalam menghadapi tantangan persaingan dari
para pesaing asingnya. Daya saing mencakup efisiensi (mencapai sasaran dengan biaya
serendah mungkin) dan efektivitas (memiliki sasaran yang tepat). Pilihan
tentang inilah yang sangat menentukan dari sasaran industri. Daya saing
meliputi baik tujuan akhir dan cara mencapai tujuan akhir tersebut.
Negara kita saat ini dapat dikatakan kalah bersaing
dengan negara tetangga seperti Vietnam & Thailand. Bisa diambil contoh
industri tekstil di Indonesia kurang produktif dikarenakan mesin - mesin yang
digunakan sudah tua. Ini tentu merupakan penentu kualitas produk olahan yang
dihasilkan. Pemerintah seharusnya mendukung kemampuan perusahaan, industri, daerah, negara
untuk menciptakan tingkat pendapatan dan pemanfaatan faktor yang relatif tinggi
dalam persaingan internasional. Pemerintah diharapkan bisa memberi kemudahan
untuk para investor seperti pembebasan bea masuk barang modal, sehingga para
pelaku industri tertarik untuk meremajakan mesin produksinya. Dengan penggunaan
teknologi canggih membuat proses produksi jauh lebih efektif sehingga meningkatkan daya saing di era
industri 4.0, yang menuntut semua dalam keadaan cepat tanpa menurunkan kualitas
produk. Dengan demikian produk yang berkualitas tinggi bisa memiliki kualitas
yang sesuai untuk bersaing di dunia internasional, dan kita mampu mengekspor
produk dari dalam negeri.
Dan masih ingatkah kalian dengan
kasus PHK massal terhadap pekerja di Krakatau Steel? Mengapa hal itu bisa
terjadi?. Bisa dikatakan ini penyebabnya
adalah dari lemahnya daya saing industri di Indonesia, diulas dari detik.com sesuai
apa yang dikatakan wakil presiden Indonesia, Jusuf Kalla saat menjadi pembicara
seminar kewirausahaan yang
digelar Persatuan Wartawan Indonesia (PWI). Beliau menyinggung soal ruginya
Krakatau Steel yang kalah bersaing teknologi dengan negara lain. Beliau juga
menjelaskan betapa murahnya harga baja buatan luar negeri dari olahan baja
dalam negeri, membuat lemahnya daya beli produk lokal.
Bayangkan saja
harga untuk membuat baja Indonesia harus mengeluarkan modal sebesar 600 dolar
per ton. Sedangkan China hanya mengeluarkan modal 400 dolar, jika mereka
membuat 500 dolar mereka akan untung sebesar 100 dolar per tonnya, ironis
sekali dikala mereka untung kita malah mengalami kerugian sebesar 100 dolar
padahal modal yang dikeluarkan jauh lebih besar. Karena banyak dari industri
kita masih menggunakan teknologi kolot yang akhirnya membuat kita ketinggalan
jauh dari mereka, sebagai contoh lain pabrik semen di Indonesia yang memiliki
pegawai mencapai 600 orang, tapi China hanya 70 orang. Jadi secara praktis
negara lain bisa menekan harga dengan efisiensi pekerja yang diganti dengan
teknologi. Sebenarnya hal ini seperti buah simalakama, di sisi lain, pemerintah
ingin melindungi industri dalam negeri dan di sisi lain pula, pemerintah harus
mendukung pemenuhan kebutuhan masyarakat dengan bahan murah. Dilema ini tentu
harus diselesaikan dengan cara mulai membenahi industri di Indonesia agar tidak
mengalami kerugian berkepanjangan.
3.
Sumber
Daya Manusia
Sebagai pemegang peranan penting dalam pembangunan, lewat
sumber daya manusialah sebuah negara bisa memiliki pertumbuhan ekonomi yang
kuat. Hal percuma, jika suatu negara memiliki populasi penduduk yang padat,
namun, tingkat sumber daya manusia nya masih rendah. Itulah yang dialami
Indonesia, kualitas SDM di Indonesia terbilang sangat rendah bila dibandingkan
dengan negara lain. Ada banyak faktor yang menentukan mengapa ini bisa terjadi
kepada Indonesia, berikut diantaranya.
1.
Pendidikan
Di Indonesia sendiri untuk memperoleh pendidikan dirasa mahal
bagi kalangan menengah kebawah, biaya yang mahal serta pendapatan masyarakat
yang rendah menjadi faktor utama kurangnya minat dari masyarakat untuk
mengenyam pendidikan. Belum lagi banyaknya desa yang terisolir hingga akses ke
sekolah sangat sulit untuk ditempuh atau bahkan dari banyaknya kasus, jarak
sekolah yang terlalu jauh dari pemukiman akibat pembangunan yang kurang merata.
Terkadang memang ada saja sekolah yang terbilang cukup dekat dari desa
terpencil namun biasanya sekolah tersebut kurang layak dalam artian,
fasilitas/media pembelajaran yang tersedia seperti kelas/gedung yang kumuh,
bangku dan meja yang reyot, laboratorium yang tidak sesuai standar seharusnya,
sampai dengan minimnya ketersediaan buku di perpustakan. Bahkan lebih parahnya
lagi adanya sekolah yang tidak memiliki perpustakaan, gedung serta
laboratorium. Rendahnya kesejahteraan guru pula ikut ambil peran dalam masalah
ini, berimbas pada kualitas dari guru itu sendiri, kebanyakan dari mereka
digaji dengan sangat minim. Dari beberapa alasan tersebut banyak dari penduduk
yang lebih memilih untuk melanjutkan
pekerjaan rumah tangga, kerja kasar hingga menikah dari pada menamatkan
pendidikan.
2.
Kesehatan
Lain
dengan pendidikan, kesehatan pun perlu diperhatikan, bayangkan jika penduduk
mengalami sakit berkepanjangan ini berakibat pada tingkat produktivitas. Dengan demikian semakin banyaknya
penduduk yang sakit semakin rendah kualitas penduduk dalam hal kesehatan.
Sebagai contoh seperti disinggung diawal, bisa dilihat seiring dengan adanya
virus yang menyebar dan menjangkiti penduduk di china, menurun pula kualitas
sumber daya manusianya, berujung pada melemahnya pertumbuhan ekonomi
disana. Kondisi kesehatan dan
pemenuhan gizi anak di Indonesia memprihatinkan, karena rendahnya cakupan dan
kualitas dari program yang diselenggarakan. Lagi-lagi rendahnya derajat
kesehatan dan gizi paling banyak dialami oleh penduduk yang tinggal di kawasan
pedesaan serta keluarga tidak mampu, kebanyakan dari mereka tidak mendapat
pelayanan sosial dasar yang memadai.
Karena banyak faktor yang menjadikan pendidikan di Indonesia
sangat sulit didapat maka sesuai data dari laman tirto.id tidak heran jika porsi
dari total tenaga kerja pada tahun 2018, sebsesar 58,77% didominasi oleh
gabungan lulusan yang hanya sampai paling tinggi lulusan SMP saja. Maka banyak
dari investor untuk merekrut tenaga kerja asing (TKA) dari pada tenaga kerja
lokal. Jika membandingkan dari segi kualitasnya, memang ada beberapa tenaga
kerja yang mampu bersaing dengan TKA, seperti halnya pemenang lomba olimpiade
kimia, matematika, dan kalangan berprestasi lainnya, namun dengan jumlah yang
sangat sedikit dan belum bisa memenuhi kebutuhan tenaga kerja saat para
investor hendak berinvestasi di Indonesia.
Dari tahun ke tahun jumlahnya berangsur-angsur bertambah ini mengindikasikan
tidak adanya peningkatan dari kualitas SDM di Indonesia. Bagaimana mau sedikit
jumlah tenaga kerja asing yang masuk, jika kualitas tenaga kerja disini saja banyak
yang belum mumpuni. Banyaknya TKA yang masuk karena kebutuhan untuk memenuhi
tenaga kerja yang professional. Meski demikian pemerintah berani menjamin
jumlah tenaga kerja asing tidak akan melebihi tenaga kerja dalam negeri.
Tapi
pada kenyataanya posisi tenaga kerja lokal terus saja tergerus dan terancam. Belum
lagi tantangan revolusi industri di era 4.0 tenaga kerja dalam negeri bukan
hanya bersaing dengan TKA saja namun ada rival baru serta memiliki kualitas
lebih baik dan stabil yang belum pernah ada sebelumnya, ya itulah teknologi
mesin canggih siap menggeser peran para manusia dalam bekerja, jika dibiarkan
begitu saja Indonesia harus siap menghadapi jumlah pengangguran yang luar biasa
banyaknya, mulai dari pengaruh kualitas SDM nya yang rendah sampai sepinya
investor yang berbuntut pada minimnya jumlah lowongan kerja yang tersedia.
Perlu adanya sinergi dari para pemerintah serta
masyarakat, yaitu usaha untuk merevitalisasi kualitas tenaga kerja lokal dengan
pelatihan dan pembinaan. Senada dengan hal tersebut pemerintah rupanya telah
berupaya lewat beberapa kebijakan strategis. Mulai dari alokasi anggaran dana
sebesar 20 persen untuk pendidikan, meningkatkan kualitas pendidik, pendidikan
vokasi, kualitas manajemen di sekolah dan proses belajar mengajar dari peserta didik,
teknologi informasi pendukung serta dukungan dari partisipasi sektor swasta.
Sudah seharusnya dari masyarakat juga perlu
menjadikan semua ini kewaspadaan dan menumbuhkan jiwa kompetitif yang tinggi
agar bisa bersaing dengan tenaga kerja asing yang kian lama malah makin
bertambah jumlahnya.
Pengaruh Wabah
Corona Terhadap Sektor Industri Indonesia
Setelah pemaparan yang telah disebutkan diatas
tentang masalah ekonomi industri di Indonesia apakah kalian mulai menemui titik
terang mengapa saat terbitnya virus corona ikut mempengaruhi iklim ekonomi
Indonesia?. Jika belum mari saya jelaskan.
Disini jika kita uraikan satu persatu, dari alasan diatas, sektor industri tercatat setidaknya memegang 20,07% pada tahun 2019 terhadap pengaruh pertumbuhan ekonomi di Indonesia, artinya jika sedikit saja iklim perindustrian di Indonesia terganggu, ekonomi Indonesia akan mengalami penurunan yang tidak sedikit.
Disini jika kita uraikan satu persatu, dari alasan diatas, sektor industri tercatat setidaknya memegang 20,07% pada tahun 2019 terhadap pengaruh pertumbuhan ekonomi di Indonesia, artinya jika sedikit saja iklim perindustrian di Indonesia terganggu, ekonomi Indonesia akan mengalami penurunan yang tidak sedikit.
Nah didalam sektor industri pula diperlukan adanya
hubungan antar negara, disini negara yang di maksud adalah China, hubungan
tersebut biasa kita sebut dengan kegiatan ekspor & impor. Dengan kehadiran
Virus Corona, baru-baru ini pemerintah Indonesia membatasi impor maupun ekspor,
dari dan ke China, namun hanya beberapa produk tertentu saja yang mutlak dilarang
seperti hewan hidup.
Untuk dampak yang disebabkan oleh penghentian impor sendiri akibat penutupan perjalanan, ada yang cukup dirugikan yaitu kebanyakan dari sektor industri di bidang farmasi, sebagai contoh ada pabrik farmasi di Jawa Tengah yang masih impor bahan bakunya dari China, karena bahan baku seperti farmasi masih terbatas di Indonesia. Untuk jangka waktu yang lama maka tentu saja bukan tidak mungkin para pengusaha akan menutup perusahaannya dan ancaman pemutusan hubungan kerja terhadap pegawai. Ada pun bahan baku komponen untuk industri manufaktur sebesar 30 persen harus diimpor dari China juga. Bisa diambil kesimpulan bahwa di Indonesia masih banyak keterbatasan bahan baku yang menghambat kegiatan Industri.
Untuk dampak yang disebabkan oleh penghentian impor sendiri akibat penutupan perjalanan, ada yang cukup dirugikan yaitu kebanyakan dari sektor industri di bidang farmasi, sebagai contoh ada pabrik farmasi di Jawa Tengah yang masih impor bahan bakunya dari China, karena bahan baku seperti farmasi masih terbatas di Indonesia. Untuk jangka waktu yang lama maka tentu saja bukan tidak mungkin para pengusaha akan menutup perusahaannya dan ancaman pemutusan hubungan kerja terhadap pegawai. Ada pun bahan baku komponen untuk industri manufaktur sebesar 30 persen harus diimpor dari China juga. Bisa diambil kesimpulan bahwa di Indonesia masih banyak keterbatasan bahan baku yang menghambat kegiatan Industri.
Selain itu pelarangan ekspor ke China karena
penutupan perjalan ke China, cukup besar pengaruhnya terhadap Indonesia, sebab
China merupakan pasar terbesar untuk Indonesia. Adanya pelarangan penerbangan
ke China menaikan harga perjalanan jalur air, serta menurunkan jumlah ekspor ke
negara itu sebesar 40 persen. Untuk itu butuh subtitusi ekspor ke negara lain
agar para pengusaha tidak mengurangi jumlah produksi atau bahkan berhenti
berproduksi.
Tapi sebenarnya ada keuntungan bagi Indonesia
dibalik ini semua, pertama, Indonesia akan belajar lebih mandiri untuk
mengatasi ini semua dengan membuat produk impor serupa, agar nantinya tidak
selalu bergantung pada negara lain. Kedua, berkat pelarangan ekspor, berdampak
pada keuntungan produk lokal yang menggantikan kekosongan bahan yang dipasok
dari China, memberikan kesempatan bagi pengusaha industri maupun pedagang
lokal. Ketiga, jika Indonesia mampu, momen seperti inilah peluang besar
untuk mengambil alih pangsa pasar China, namun dengan catatan produksi di China
secara spenuhnya terhenti, minimal 6 bulan untuk merasakan hal itu, tapi sangat disayangkan jika diamati lebih jauh dibandingkan Indonesia, Vietnam lebih unggul dan mampu untuk mengambil alih momen seperti ini, mengingat tingginya kekuatan daya saing yang mereka miliki.
Dari sinilah Indonesia harus berbenah diri dalam rangka peningkatan kualitas di sektor industri dan memperbaiki seluruh masalah yang ada baik Sumber Daya Manusianya (SDM), peningkatan daya tarik investor sampai menjadikan Indonesia kuat dalam menghadapi daya saing asing. Serta tak lupa agar pemerintah bisa menjamin K3 (Keselamatan, Keamanan & Kesehatan) & memulangkan sementara bagi seluruh TKI yang berada di China, sebagai upaya penyelamatan terkait ancaman dari Virus Corona yang mudah menular.
Dari sinilah Indonesia harus berbenah diri dalam rangka peningkatan kualitas di sektor industri dan memperbaiki seluruh masalah yang ada baik Sumber Daya Manusianya (SDM), peningkatan daya tarik investor sampai menjadikan Indonesia kuat dalam menghadapi daya saing asing. Serta tak lupa agar pemerintah bisa menjamin K3 (Keselamatan, Keamanan & Kesehatan) & memulangkan sementara bagi seluruh TKI yang berada di China, sebagai upaya penyelamatan terkait ancaman dari Virus Corona yang mudah menular.
*Penulis merupakan mahasiswa Semster IV, Mata Kuliah
Hubungan Industrial, Prodi Ilmu Komunikasi, FISIP, UNTIRTA
DAFTAR PUSTAKA
Bisnis.com. (2018, 31
Maret). Sektor Industri Masih Hadapi Banyak Permasalahan Struktural, diperoleh
08 februari 2020. dari https://www.padamu.net/cara-menulis-daftar-pustaka-dari-internet
Rmol.id. (2015, 24
Juli). Beginilah Definisi Daya Saing di Dunia Industri. diperoleh 08 Februari 2020, dari
https://rmol.id/read/2015/07/24/211920/
Cnbc Indonesia. (2019,
08 September). Tenaga Kerja Asing di RI Meroket 38%, Terbanyak dari China!. Diperoleh 08
Februari 2020, dari https://www.cnbcindonesia.com/news/20190908075511-4-97843/tenaga-kerja-asing-di-ri-meroket-38-terbanyak-dari-china
Bbc. (2020, 06
Februari). Dampak virus corona bagi Indonesia: 'Sepi turis hingga berpotensi gerus
nilai ekspor‘. Diperoleh 08 Februari 2020, dari
https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-51369660
Detik finance. (2020,
04 Februari). Ngeri Banget! Virus Corona Bisa Goyang Ekonomi RI. Diperoleh 08 Februari
2020, dari https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-4884585/ngeri-banget-virus-corona-bisa-goyang-ekonomi-ri
Katadata.co.id. (2020,
08 Februari). Analis: Dampak Virus Corona Ancam Sektor Industri hingga
Pariwisata. Diperoleh 09 Februari 2020, dari https://katadata.co.id/berita/2020/02/08/analis-dampak-virus-corona-ancam-sektor-industri-hingga-pariwisata
Detik finance. (2019,
11 Juli). Krakatau Steel Rugi, JK Singgung Daya Saing RI Kalah dari China.
Diperoleh 09 Februari 2020, dari https://finance.detik.com/industri/d-4619902/krakatau-steel-rugi-jk-singgung-daya-saing-ri-kalah-dari-china
Detik finance. (2018, 30 januari). RI Kalah dari Vietnam
Hingga Thailand Soal Investasi. Diperoleh 09 Februari 2020, dari https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-3841724/ri-kalah-dari-vietnam-hingga-thailand-soal-investasi
Republika.co.id. (2019,
11 November). Ini Faktor Penghambat Investasi Asing di Indonesia. Diperoleh 09 Februari
2020, dari https://republika.co.id/berita/q0sl6u370/ini-faktor-penghambat-investasi-asing-di-indonesia
Detik Finance. (2020, 08 Februari). Pengusaha Beberkan Dahsyatnya Corona
Guncang Bisnis Logistik. Diperoleh 10 Februari 2020, dari https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-4891519/pengusaha-beberkan-dahsyatnya-corona-guncang-bisnis-logistik
Waah keren resya
BalasHapuswaahh Terimakasih ya sudah mengunjungi situs saya ...
Hapus