Persoalan Hubungan Industri Di Indonesia

Akibat Lemahnya Kekuatan Sektor Industri, Ekonomi Indonesia Ikut Terkena “Demam Corona” 

*Muhamad Resya Mutaqien

Novel Coronavirus (2019-nCoV) atau lebih dikenal dengan nama virus Corona adalah jenis baru dari coronavirus yang menular antar manusia. Virus ini pertama kali ditemukan di kota Wuhan, Cina, pada akhir Desember 2019. Virus yang bisa menginfeksi saluran pernafasan tapi biasanya hanya menyebabkan flu saja, menular dengan cepat dan telah merambah ke beberapa wilayah lain di Cina bahkan ke beberapa Negara sekitarnya.
Merebaknya Virus Corona, menjadi wabah yang mengawali awal tahun ini, secara keseluruhan telah memberikan dampak yang terbilang cukup parah. Bayangkan saja, virus ini telah menginfeksi 34.958 orang dan jumlah korban meninggal mencapai 724 orang hanya dalam kurun waktu kurang dari 2 bulan, mayoritas berada di Tiongkok. Hingga pemerintah di China mengambil keputusan untuk mengisolasi kota Wuhan. Warga pun mengurangi aktivitas di luar ruangan demi terhindar dari penularan virus, artinya segala aktivitas di kota tersebut mendadak terhenti yang tentu saja berdampak pada perekonomian negara serta mengalami penurunan per bulan januari tahun ini. Berikut statistika yang menunjukkan dampak Ekonomi Global dari wabah virus Corona.


Secara tak sadar, virus Corona juga telah menginfeksi perekonomian di Indonesia terutama pasal sektor pariwisata, namun tak hanya berdampak pada sektor itu saja, banyak sektor lainnya yang terpengaruh terutama perindustrian.
Sebelum lebih jauh membahas mengapa Indonesia bisa sampai terdampak secara signifikan akibat wabah ini. Mari kita bahas permasalahan sektor industri di tanah air kita ini yang dinilai kurang kokoh dan goyah saat hadirnya virus Corona.

Faktor Penyebab Masalah Industri Di Indonesia
Sudah jelas bahwa sektor industrial sulit dipisahkan dengan sektor ekonomi akibatnya kedua hal ini saling berkaitan dan mempengaruhi satu sama lainnya. Sektor Industri memiliki peranan penting dari dinamika perekonomian Indonesia karena Setidaknya sektor industri menjadi penyumbang terbesar untuk pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal pertama 2019 kemarin sebesar 20,07% . Indonesia seharusnya bisa bercermin dari Negara tetangganya, yang melesat jauh lebih unggul di bidang perindustrian.
Untuk memudahkan pemahaman saya akan memetakan secara garis besar & sederhana masalah yang ada dalam dunia industri di Indonesia. 



1.      Investasi
Mari kita mulai dengan berimajinasi. Jika kamu berkesempatan menjadi seorang investor asing dan diberi pilihan untuk menanamkan modalnya antara Indonesia, Thailand atau Vietnam manakah yang akan anda pilih?. Ya, menurut saya, mungkin sebagian besar akan memilih Thailand atau Vietnam sebagai pilihan yang ideal untuk menanamkan modal.
Ada beberapa alasan yang bisa dijelaskan mengapa Indonesia kurang menarik perhatian para investor untuk menanamkan modalnya. Berikut beberapa alasannya.





1.  Undang-undang ketenagakerjaan bersifat kaku, tentang aturan memperkerjakan atau memecat  yang dianggap memberatkan bisnis.  Ketentuan uang pesangon Indonesia dinilai paling dermawan di dunia, yakni sekitar 95 minggu bagi pekerja dengan masa kerja 10 tahun. Indonesia berada di urutan ketiga di setelah Sri Lanka dan Sierra Leone, berdasarkan data Bank Dunia.  
2.   Lambannya surat perizinan yang dikeluarkan Kementrian Perindustrian. Misalnya soal izin impor barang baku untuk pembuatan, yang seharusnya dikeluarkan dalam batas waktu maksimal lima hari, tapi pada kenyataanya membutuhkan waktu hingga enam bulan atau lebih.
3.   Seperti yang diilustrasikan oleh Daftar Negatif Investasi (DNI) Pemerintah membatasi kepemilikan asing mulai dari pembuatan bir, telekomunikasi, hingga pendidikan.  
4.    Tarif pajak perusahaan di Indonesia sebesar 25% lebih tinggi dibanding beberapa Negara ASEAN lainnya seperti Vietnam dan Thailand. meskipun pemerintah merencanakan pengurangan bertahap hingga 20 persen mulai tahun 2021.
5.    Masalah Insfrastruktur. Di Indonesia sendiri persebaran wilayah industri terlalu terpusat didalam wilayah lingkar perkotaan & pemerintahan. akibatnya pembangunan yang kurang merata, membuat pembangunan terus terkonsentrasi di wilayah metropolitan, sehingga tingkat aksesibilitas di wilayah lain sangat minim, lagi pula lahan disekitar perkotaan sudah mulai habis. Bukan hanya itu saja ketersediaan listrik, sarana angkut, air bersih dan kurangnya lahan pembuangan limbah,  menyebabkan sulitnya untuk mendirikan perusahaan di wilayah baru.  
6.  Masalah lahan dan bangunan. di pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Penanam modal yang tertarik untuk berinvestasi terkendala masalah sertifikasi, izin bangunan serta zonasi lahan.
7.  Kepastian Hukum, banyaknya hukum yang tumpang tindih antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Banyak keluhan dari para investor perihal banyaknya aturan yang harus dipenuhi misalnya saja untuk calon investor yang hendak menanamkan modalnya di Indonesia perlu merujuk pada sembilan undang-undang (UU), empat peraturan presiden (Perpres), 20 peraturan pemerintah (Permen). Tak heran bila investor harus membayar mahal serta memakan waktu lama hanya dalam pengurusan perizinan saja.  
Lalu apa yang dilakukan pemerintah untuk saat ini?. Ya sesuai dengan poin ke lima, pemerintah sudah menggencarkan untuk pembangunan insfrastruktur seperti jalan tol, jembatan, jalur kereta dan lainnya. Hingga dicanangkannya Omnibus Law yang diharapkan bisa merampingkan peraturan undang-undang yang berlaku, agar nantinya memuluskan jalan bagi investor untuk menanamkan modal.   

2. Masalah Daya Saing
Daya saing industri adalah kemampuan perusahaan atau industri dalam menghadapi tantangan persaingan dari para pesaing asingnya. Daya saing mencakup efisiensi (mencapai sasaran dengan biaya serendah mungkin) dan efektivitas (memiliki sasaran yang tepat). Pilihan tentang inilah yang sangat menentukan dari sasaran industri. Daya saing meliputi baik tujuan akhir dan cara mencapai tujuan akhir tersebut.
Negara kita saat ini dapat dikatakan kalah bersaing dengan negara tetangga seperti Vietnam & Thailand. Bisa diambil contoh industri tekstil di Indonesia kurang produktif dikarenakan mesin - mesin yang digunakan sudah tua. Ini tentu merupakan penentu kualitas produk olahan yang dihasilkan. Pemerintah seharusnya mendukung kemampuan perusahaan, industri, daerah, negara untuk menciptakan tingkat pendapatan dan pemanfaatan faktor yang relatif tinggi dalam persaingan internasional. Pemerintah diharapkan bisa memberi kemudahan untuk para investor seperti pembebasan bea masuk barang modal, sehingga para pelaku industri tertarik untuk meremajakan mesin produksinya. Dengan penggunaan teknologi canggih membuat proses produksi jauh lebih efektif  sehingga meningkatkan daya saing di era industri 4.0, yang menuntut semua dalam keadaan cepat tanpa menurunkan kualitas produk. Dengan demikian produk yang berkualitas tinggi bisa memiliki kualitas yang sesuai untuk bersaing di dunia internasional, dan kita mampu mengekspor produk dari dalam negeri.
Dan masih ingatkah kalian dengan kasus PHK massal terhadap pekerja di Krakatau Steel? Mengapa hal itu bisa terjadi?.  Bisa dikatakan ini penyebabnya adalah dari lemahnya daya saing industri di Indonesia, diulas dari detik.com sesuai apa yang dikatakan wakil presiden Indonesia, Jusuf Kalla saat menjadi pembicara seminar kewirausahaan yang digelar Persatuan Wartawan Indonesia (PWI). Beliau menyinggung soal ruginya Krakatau Steel yang kalah bersaing teknologi dengan negara lain. Beliau juga menjelaskan betapa murahnya harga baja buatan luar negeri dari olahan baja dalam negeri, membuat lemahnya daya beli produk lokal. 
Bayangkan saja harga untuk membuat baja Indonesia harus mengeluarkan modal sebesar 600 dolar per ton. Sedangkan China hanya mengeluarkan modal 400 dolar, jika mereka membuat 500 dolar mereka akan untung sebesar 100 dolar per tonnya, ironis sekali dikala mereka untung kita malah mengalami kerugian sebesar 100 dolar padahal modal yang dikeluarkan jauh lebih besar. Karena banyak dari industri kita masih menggunakan teknologi kolot yang akhirnya membuat kita ketinggalan jauh dari mereka, sebagai contoh lain pabrik semen di Indonesia yang memiliki pegawai mencapai 600 orang, tapi China hanya 70 orang. Jadi secara praktis negara lain bisa menekan harga dengan efisiensi pekerja yang diganti dengan teknologi. Sebenarnya hal ini seperti buah simalakama, di sisi lain, pemerintah ingin melindungi industri dalam negeri dan di sisi lain pula, pemerintah harus mendukung pemenuhan kebutuhan masyarakat dengan bahan murah. Dilema ini tentu harus diselesaikan dengan cara mulai membenahi industri di Indonesia agar tidak mengalami kerugian berkepanjangan.
3.      Sumber Daya Manusia
Sebagai pemegang peranan penting dalam pembangunan, lewat sumber daya manusialah sebuah negara bisa memiliki pertumbuhan ekonomi yang kuat. Hal percuma, jika suatu negara memiliki populasi penduduk yang padat, namun, tingkat sumber daya manusia nya masih rendah. Itulah yang dialami Indonesia, kualitas SDM di Indonesia terbilang sangat rendah bila dibandingkan dengan negara lain. Ada banyak faktor yang menentukan mengapa ini bisa terjadi kepada Indonesia, berikut diantaranya.
1.      Pendidikan
Di Indonesia sendiri untuk memperoleh pendidikan dirasa mahal bagi kalangan menengah kebawah, biaya yang mahal serta pendapatan masyarakat yang rendah menjadi faktor utama kurangnya minat dari masyarakat untuk mengenyam pendidikan. Belum lagi banyaknya desa yang terisolir hingga akses ke sekolah sangat sulit untuk ditempuh atau bahkan dari banyaknya kasus, jarak sekolah yang terlalu jauh dari pemukiman akibat pembangunan yang kurang merata. Terkadang memang ada saja sekolah yang terbilang cukup dekat dari desa terpencil namun biasanya sekolah tersebut kurang layak dalam artian, fasilitas/media pembelajaran yang tersedia seperti kelas/gedung yang kumuh, bangku dan meja yang reyot, laboratorium yang tidak sesuai standar seharusnya, sampai dengan minimnya ketersediaan buku di perpustakan. Bahkan lebih parahnya lagi adanya sekolah yang tidak memiliki perpustakaan, gedung serta laboratorium. Rendahnya kesejahteraan guru pula ikut ambil peran dalam masalah ini, berimbas pada kualitas dari guru itu sendiri, kebanyakan dari mereka digaji dengan sangat minim. Dari beberapa alasan tersebut banyak dari penduduk yang  lebih memilih untuk melanjutkan pekerjaan rumah tangga, kerja kasar hingga menikah dari pada menamatkan pendidikan.
2.      Kesehatan
Lain dengan pendidikan, kesehatan pun perlu diperhatikan, bayangkan jika penduduk mengalami sakit berkepanjangan ini berakibat pada tingkat produktivitas. Dengan demikian semakin banyaknya penduduk yang sakit semakin rendah kualitas penduduk dalam hal kesehatan. Sebagai contoh seperti disinggung diawal, bisa dilihat seiring dengan adanya virus yang menyebar dan menjangkiti penduduk di china, menurun pula kualitas sumber daya manusianya, berujung pada melemahnya pertumbuhan ekonomi disana.     Kondisi kesehatan dan pemenuhan gizi anak di Indonesia memprihatinkan, karena rendahnya cakupan dan kualitas dari program yang diselenggarakan. Lagi-lagi rendahnya derajat kesehatan dan gizi paling banyak dialami oleh penduduk yang tinggal di kawasan pedesaan serta keluarga tidak mampu, kebanyakan dari mereka tidak mendapat pelayanan sosial dasar yang memadai.



Karena banyak faktor yang menjadikan pendidikan di Indonesia sangat sulit didapat maka sesuai data dari laman tirto.id tidak heran jika porsi dari total tenaga kerja pada tahun 2018, sebsesar 58,77% didominasi oleh gabungan lulusan yang hanya sampai paling tinggi lulusan SMP saja. Maka banyak dari investor untuk merekrut tenaga kerja asing (TKA) dari pada tenaga kerja lokal. Jika membandingkan dari segi kualitasnya, memang ada beberapa tenaga kerja yang mampu bersaing dengan TKA, seperti halnya pemenang lomba olimpiade kimia, matematika, dan kalangan berprestasi lainnya, namun dengan jumlah yang sangat sedikit dan belum bisa memenuhi kebutuhan tenaga kerja saat para investor hendak berinvestasi di Indonesia.
Perusahaan hanya membutuhkan orang yang memiliki sertifikat saja dengan alasan terbukti kualitas pekerjanya. Misalkan, saat para investor membutuhkan 500 teknisi las bersertifikat internasional untuk perusahaannya di daerah Bandung apakah mereka akan menemukannya? Tentu saja ada namun dengan catatan hanya sedikit saja yang sesuai kriteria mereka (para investor). Berikut data jumlah tenaga kerja asing asal China di tahun 2007-2018 yang dikutip dari databoks.co.id.



Dari tahun ke tahun jumlahnya berangsur-angsur bertambah ini mengindikasikan tidak adanya peningkatan dari kualitas SDM di Indonesia. Bagaimana mau sedikit jumlah tenaga kerja asing yang masuk, jika kualitas tenaga kerja disini saja banyak yang belum mumpuni. Banyaknya TKA yang masuk karena kebutuhan untuk memenuhi tenaga kerja yang professional. Meski demikian pemerintah berani menjamin jumlah tenaga kerja asing tidak akan melebihi tenaga kerja dalam negeri.
Tapi pada kenyataanya posisi tenaga kerja lokal terus saja tergerus dan terancam. Belum lagi tantangan revolusi industri di era 4.0 tenaga kerja dalam negeri bukan hanya bersaing dengan TKA saja namun ada rival baru serta memiliki kualitas lebih baik dan stabil yang belum pernah ada sebelumnya, ya itulah teknologi mesin canggih siap menggeser peran para manusia dalam bekerja, jika dibiarkan begitu saja Indonesia harus siap menghadapi jumlah pengangguran yang luar biasa banyaknya, mulai dari pengaruh kualitas SDM nya yang rendah sampai sepinya investor yang berbuntut pada minimnya jumlah lowongan kerja yang tersedia.
Perlu adanya sinergi dari para pemerintah serta masyarakat, yaitu usaha untuk merevitalisasi kualitas tenaga kerja lokal dengan pelatihan dan pembinaan. Senada dengan hal tersebut pemerintah rupanya telah berupaya lewat beberapa kebijakan strategis. Mulai dari alokasi anggaran dana sebesar 20 persen untuk pendidikan, meningkatkan kualitas pendidik, pendidikan vokasi, kualitas manajemen di sekolah dan  proses belajar mengajar dari peserta didik, teknologi informasi pendukung serta dukungan dari partisipasi sektor swasta.
Sudah seharusnya dari masyarakat juga perlu menjadikan semua ini kewaspadaan dan menumbuhkan jiwa kompetitif yang tinggi agar bisa bersaing dengan tenaga kerja asing yang kian lama malah makin bertambah jumlahnya.         
Pengaruh Wabah Corona Terhadap Sektor Industri Indonesia
Setelah pemaparan yang telah disebutkan diatas tentang masalah ekonomi industri di Indonesia apakah kalian mulai menemui titik terang mengapa saat terbitnya virus corona ikut mempengaruhi iklim ekonomi Indonesia?. Jika belum mari saya jelaskan. 
Disini jika kita uraikan satu persatu, dari alasan diatas, sektor industri tercatat setidaknya memegang 20,07% pada tahun 2019 terhadap pengaruh pertumbuhan ekonomi di Indonesia, artinya jika sedikit saja iklim perindustrian di Indonesia terganggu,  ekonomi Indonesia akan mengalami penurunan yang tidak sedikit.           
Nah didalam sektor industri pula diperlukan adanya hubungan antar negara, disini negara yang di maksud adalah China, hubungan tersebut biasa kita sebut dengan kegiatan ekspor & impor. Dengan kehadiran Virus Corona, baru-baru ini pemerintah Indonesia membatasi impor maupun ekspor, dari dan ke China, namun hanya beberapa produk tertentu saja yang mutlak dilarang seperti hewan hidup. 
Untuk dampak yang disebabkan oleh penghentian impor sendiri akibat penutupan perjalanan, ada yang cukup dirugikan yaitu kebanyakan dari sektor industri di bidang farmasi, sebagai contoh ada pabrik farmasi di Jawa Tengah yang masih impor bahan bakunya dari China, karena bahan baku seperti farmasi masih terbatas di Indonesia. Untuk jangka waktu yang lama maka tentu saja bukan tidak mungkin para pengusaha akan menutup perusahaannya dan ancaman pemutusan hubungan kerja terhadap pegawai. Ada pun bahan baku komponen untuk industri manufaktur sebesar 30 persen harus diimpor dari China juga. Bisa diambil kesimpulan bahwa di Indonesia masih banyak keterbatasan bahan baku yang menghambat kegiatan Industri.
Selain itu pelarangan ekspor ke China karena penutupan perjalan ke China, cukup besar pengaruhnya terhadap Indonesia, sebab China merupakan pasar terbesar untuk Indonesia. Adanya pelarangan penerbangan ke China menaikan harga perjalanan jalur air, serta menurunkan jumlah ekspor ke negara itu sebesar 40 persen. Untuk itu butuh subtitusi ekspor ke negara lain agar para pengusaha tidak mengurangi jumlah produksi atau bahkan berhenti berproduksi.   
Tapi sebenarnya ada keuntungan bagi Indonesia dibalik ini semua, pertama, Indonesia akan belajar lebih mandiri untuk mengatasi ini semua dengan membuat produk impor serupa, agar nantinya tidak selalu bergantung pada negara lain. Kedua, berkat pelarangan ekspor, berdampak pada keuntungan produk lokal yang menggantikan kekosongan bahan yang dipasok dari China, memberikan kesempatan bagi pengusaha industri maupun pedagang lokal. Ketiga, jika Indonesia mampu, momen seperti inilah peluang besar untuk mengambil alih pangsa pasar China, namun dengan catatan produksi di China secara spenuhnya terhenti, minimal 6 bulan untuk merasakan hal itu, tapi sangat disayangkan jika diamati lebih jauh dibandingkan Indonesia, Vietnam lebih unggul dan mampu untuk mengambil alih momen seperti ini, mengingat tingginya kekuatan daya saing yang mereka miliki.
Dari sinilah Indonesia harus berbenah diri dalam rangka peningkatan kualitas di sektor industri dan memperbaiki seluruh masalah yang ada baik Sumber Daya Manusianya (SDM), peningkatan daya tarik investor sampai menjadikan Indonesia kuat dalam menghadapi daya saing asing. Serta tak lupa agar pemerintah bisa menjamin K3 (Keselamatan, Keamanan & Kesehatan) & memulangkan sementara bagi seluruh TKI yang berada di China, sebagai upaya penyelamatan  terkait ancaman dari Virus Corona yang mudah menular.


*Penulis merupakan mahasiswa Semster IV, Mata Kuliah Hubungan Industrial, Prodi Ilmu Komunikasi, FISIP, UNTIRTA
DAFTAR PUSTAKA
Bisnis.com. (2018, 31 Maret). Sektor Industri Masih Hadapi Banyak Permasalahan Struktural, diperoleh 08 februari 2020. dari https://www.padamu.net/cara-menulis-daftar-pustaka-dari-internet
Rmol.id. (2015, 24 Juli). Beginilah Definisi Daya Saing di Dunia Industri.  diperoleh 08 Februari 2020, dari https://rmol.id/read/2015/07/24/211920/
Cnbc Indonesia. (2019, 08 September). Tenaga Kerja Asing di RI Meroket 38%, Terbanyak dari China!. Diperoleh 08 Februari 2020, dari  https://www.cnbcindonesia.com/news/20190908075511-4-97843/tenaga-kerja-asing-di-ri-meroket-38-terbanyak-dari-china
Bbc. (2020, 06 Februari). Dampak virus corona bagi Indonesia: 'Sepi turis hingga berpotensi gerus nilai ekspor‘. Diperoleh 08 Februari 2020, dari  https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-51369660
Detik finance. (2020, 04 Februari). Ngeri Banget! Virus Corona Bisa Goyang Ekonomi RI. Diperoleh 08 Februari 2020, dari https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-4884585/ngeri-banget-virus-corona-bisa-goyang-ekonomi-ri
Katadata.co.id. (2020, 08 Februari). Analis: Dampak Virus Corona Ancam Sektor Industri hingga Pariwisata. Diperoleh 09 Februari 2020, dari https://katadata.co.id/berita/2020/02/08/analis-dampak-virus-corona-ancam-sektor-industri-hingga-pariwisata
Detik finance. (2019, 11 Juli). Krakatau Steel Rugi, JK Singgung Daya Saing RI Kalah dari China. Diperoleh 09 Februari 2020, dari  https://finance.detik.com/industri/d-4619902/krakatau-steel-rugi-jk-singgung-daya-saing-ri-kalah-dari-china
Detik finance.  (2018, 30 januari). RI Kalah dari Vietnam Hingga Thailand Soal Investasi. Diperoleh 09 Februari 2020, dari https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-3841724/ri-kalah-dari-vietnam-hingga-thailand-soal-investasi
Republika.co.id. (2019, 11 November). Ini Faktor Penghambat Investasi Asing di Indonesia. Diperoleh 09 Februari 2020, dari https://republika.co.id/berita/q0sl6u370/ini-faktor-penghambat-investasi-asing-di-indonesia
Detik Finance. (2020, 08 Februari). Pengusaha Beberkan Dahsyatnya Corona Guncang Bisnis Logistik. Diperoleh 10 Februari 2020, dari https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-4891519/pengusaha-beberkan-dahsyatnya-corona-guncang-bisnis-logistik

 

Komentar

Posting Komentar